Thursday, October 28, 2010 Histeria Vampire Weekend di Bengkel


JAKARTA STAGE- Tepat pukul 20.30, Monkey to millionare yang didaulat sebagai opening act Vampire Weekend Concert, mengakhiri pertunjukannya. Itu berarti waktunya acara puncak dari konser ini telah tiba. Gemuruh penonton memanggil-manggil nama pujaan hati mereka satu persatu Ezra Koenig (Vokal,Gitar), Chris Balo (Bass), Rostam Batmanglij (Gitar,Istrumen), Chris Tomson (drum). Namun setelah ditunggu hampir 30 menit lebih, personil dari Vampire Weekend tak juga keluar dari balik panggung.
Penonton yang telah memadati Bengkel Night Park, SCBD Sudirman pun dipaksa harus bersabar untuk menunggu pujaan mereka keluar. Entah sebuah strategi atau memang terjadi sedikit trouble pada alat musik.
Tapi yang pasti, seperti yang Jakarta Stage saksikan malam itu, saat satu persatu personil Vampire Weekend keluar, benar-benar menjadi klimaks dari penantian para penonton, sejak sore hari. Mereka tidak lagi bisa menahan diri untuk berteriak sekencang-kencangnya dan bernyanyi bersama.
Vampire Weekend membuka konser mereka dengan single terbaru mereka Holiday dan White Sky. Ligthing sempurna yang di tampilkan oleh sang promotor dari trilogy live, menambah semangat penonton untuk terus bergoyang hingga show berakhir. Sedikit berbeda dengan konser band internasional lainnya, tata panggung yang di sajikan promotor terlihat sederhana, namun itu bukan menjadi persoalan ketika performance Vampire Weekend pada malam itu begitu luar biasa.
Berturut-turut setelah itu Vampire Weekend membawakan lagu-lagu lama mereka seperti “”I Stand Corrected”, “M79”,”Bryan”, dan “ Cape Cod Kwasa Kwasa”.  Vampire Weekend menutup konser mereka malam itu pukul 22.15. Bukan berlebihan namun penampilan mereka malam itu, memang patut di acungi jempol. Enerjik, namun tetap sederhana, sesuai dengan konsep indie yang mereka bawa. (Fikri El-Aziz)
Digg it StumbleUpon del.icio.us

Dendangan indah Marsya bersama Monkey to Millionare

You’re asking ’bout
A boyfriend and girlfriend things

Into our late night conversations
You sounded like, you’re so interested
So i feel like i wanna share it with you

              JAKARTA STAGE- Itulah penggalan lirik yang didendangkan Monkey to millionare bersama Marsya, gadis cantik yang digandeng Monkey to millionare untuk menyanyikan lagu Strange is the song in our the conversation mereka. Saat lagu ini dimainkanlah, tim media dari Vampire Weekend concert 2010 baru mengizinkan rekan-rekan pers untuk masuk. 
             Marsya yang malam itu berkostum serba hitam bernyanyi dengan begitu  indah, berada diposisi tengah diantara Wisnu (vokal,gitar) dan Agan (bass) Monkey to Millionare. Gadis cantik ini bernyanyi dengan berlenggak-longgok dengan manjanya, bersama penonton yang telah memadati Bengkel Night Park, sejak pukul 19.00 WIB.
             Monkey to millionare yang di set sebagai band pembuka konser vampire weeknd malam itu, sukses menggoyang penonton yang kebanyakannya adalah kaum hawa. Menutup show dengan lagu mereka yang berjudul Replika. Wisnu,Agan,dan Emir (drum) melemparkan beberapa botol aqua ke arah penonton, dan Emir melanjutkannya dengan melemparkan sepasang stick drum ke arah penonton sambil berlalu ke balik panggung. (Fikri El Aziz)
Digg it StumbleUpon del.icio.us

Gugun Blues Shelter: TRIO BLUES INTERNASIONAL


DI TENGAH MINIMNYA MUSISI BLUES YANG LAHIR DI NEGERI INI. MEREKA HADIR MEMBAWA ANGIN SEGAR, BUKAN HANYA DI INONESIA, BAHKAN SAMPAI MENJELAJAHI DUNIA.

JAKARTA STAGE- Kangen dengan music blues Indonesia? Atau masih mencari-cari, dimanakah band-band Indonesia yang konsisten memainkan musik ber-genre blues? Mungkin band yang satu ini bias jadi solusinya. Trio Blues yang digawangi oleh Gugun (Vokal, Gitar), John Armstrong alias Jono (Bass) dan Adityo Wibowo, alias Bowie (Drum) bagaikan angin segar dalam kancah blues yang tampak sekarat Asia hari ini. Dipengaruhi oleh seperti Jimi Hendrix, Stevie Ray Vaughn, Bettie Davies, dan Led Zeppelin antara lain, band ini memaksa penggemar musik banyak memperhatikan kuat, tanpa cacat genre-crossing perpaduan antara blues yang menggabungkan pengaruh dari rock, funk, dan jiwa. Dipimpin oleh Gugun, Gugun & Blues Shelter telah merilis empat album "et G T ia Bug" (2004) "Turn it On" (2007), “Set My Soul on Fire” (2009), serta “Gugun Blues Shelter” (2010). Album "Turn It On" terpilih sebagai salah satu album Indonesia terbaik tahun 2007 oleh Roll-ing Stone Indonesia Magazine dan Gugun tercatat sebagai salah satu pemain gitar paling menjanjikan lokal oleh Maga zine-sama. Pada tahun yang sama, Majalah Trax di Indonesia juga memilih Gugun sebagai pemain gitar terbaik di Asia Tenggara. Gugun Blues Shelter tidak hanya menarik perhatian dari pecinta musik lokal saja. Band ini juga mendapat perhatian dari penggemar Eropa, Gugun Blues Shelter pernah megikuti, Belfast Sungai Big Blues dan Jazz Festival 2008 dan bermain beberapa tanggal empat-minggu UK tour di kota-kota seperti Burnley, Scarborough, dan Crewe. Karena resepsi baik, tur ini diperpanjang ke kota-kota lain seperti Leeds, Oxford, York, Rotherham, dan memuncak dalam festival lain, "Colne Great British R n 'B Festival" di pinggiran Manchester. Di Asia, Gugun Blues Shelter pernah bermain beberapa tanggal di Malaysia pada tahun 2008, berpartisipasi dalam Singapore Art Festival pada tahun yang sama, serta di festival besar Indonesia seperti Festival Java Jazz dan Jak Jazz Festival. Baru-baru ini, Gugun & Blues Shelter baru saja menyelesaikan pertunjukan di negeri kelahirannya. Antara lain di di event Java Rock’in Land 2010, serta Jakarta Blues Festival yang diselenggarakan oleh perusahaan rokok terbesar di negeri ini. (Fikri El-Aziz)
Digg it StumbleUpon del.icio.us

Arti Sebuah Film Horor di Negeri Ini


BANYAK FILM HOROR BERMUNCULAN DI NEGERI INI, SEMAKIN HARI, SEMKAIN MENJAMUR, MENYERAMKANKAH FILM TERSEBUT?

            JAKARTA STAGE- Mengharapkan studio bioskop kita dipenuhi oleh film-film yang berkualitas, sepertinya masih menjadi harapan jangka panjang untuk kita penikmat film tanah air.
            Genre yang tidak menentu, jelas dapat menipu, bahkan merusak pandangan penonton akan klasifikasi film sendiri.
            Seperti yang terjadi pada genre horror perfilm-an Indonesia yang tidak lagi dihuni oleh film-film bernuansa seram. Melainkan suasana pornoaksi lah yang terasa ketika  menyaksikannya.
            Entah ketidakpahaman atau starategi pasar yang membuat para produser, sutradara, dan kru film lain dapat mengatakan produksi film yang mereka buat merupakan sebuah film horor. 
            Jelas amat disayangkan, ketika film hrror di luar sana telah berbicara dengan efek suara, grafik gambar, dan ketegangan film.  Negeri ini justru masih menjual leukuk tubuh wanita, dan adegan erotis, sebagai bagian inti dari film horror yang mereka buat.
            Dari segi pasar, membuat film horror seperti ini jelas sangat menguntungkan sang produser. Modal yang dikeluarkan tidaklah besar. Mungkin hanya bermodal villa (sebagai set rumah hantu), artis yang mau diajak beradegan erotis, serta beberapa artis baru (tarif yang pasti jauh lebih murah) untuk menjadi pemeran pendukung.
            Coba bandingkan dengan film yang mengambil setting jauh di pedalaman. Keuntungan sama, tetapi modalnya jauh berbeda. (Fikri El-Aziz)
Digg it StumbleUpon del.icio.us
Powered by Blogger.
 
Copyright 2010 JAKARTA STAGE MUSIC
Carbon 12 Blogger template by Blogger Bits. Supported by Bloggermint