Thursday, March 17, 2011 Armada Racun: Antara Noise dan Post Punk
Adalah Freddy Hadiyanto (vocal-bass), Fuad Danar Sucipto (rhytm bass), dan Nadya Hatta (keyboard) yang sepakat membentuk sebuah band pada akhir tahun 2006. Bosan dengan aktifitas music mereka yang sebelumnya, mereka berhasil memformulakan sebuah ramuan yang kemudian mereka namakan Armada Racun.
Kedekatan para personelnya dengan dunia seni rupa membawa mereka untuk tampil di beberapa acara pembukaan pameran kawan-kawan perupa dan juga beberapa acara kesenian seperti Festival Kesenian Yogyakarta XIX dan Jogja Biennale IX. Dari situ tawaran main di beberapa panggung yang lebih umum mulai berdatangan, mulai dari main di beberapa gigs, acara kampus sampai beberapa pentas music lokal. Hal ini membuat nama Armada Racun menjadi semakin akrab dengan scene music dan seni rupa Jogja. Perlahan namun pasti nama Armada Racun pun menjadi semakin diperhitungkan. Sampai akhirnya pada tahun 2008 lalu, sebuah event berskala internasional seperti Java Rockin’ Land pun sukses mereka racuni.
Menggambarkan musik Armada Racun memang sangat rumit dan unik. Tidak ada yang tahu pasti apa aliran dan genre mereka. Beberapa mengatakan post punk. Beberapa lainnya mengatakan noise. Dan bahkan beberapa mengatakan new wave atau juga acid punk.
Suara-suara bising dan lugas dari double bass berpadu dengan sentuhan harmonis dari keyboard yang tampak anggun, ditambah lirik-lirik sederhana yang kritis dan cerdas, menjadi kombinasi mematikan dari band yang sampai saat ini masih (dan) selalu menggunakan additional drummer ini. Pembunuh yang elegan dan eksotis. Mendengarkan music mereka sama saja merelakan diri kita untuk dibius, sama seperti adegan film di mana sang tokoh utama tiba-tiba terbangun dan menemukan tubuhnya sudah tak bernyawa. Tak salah jika mereka menyebut music mereka sebagai red rock poison. Merah. Rock. dan beracun!
Dan kali ini, Armada Racun akan tampil dengan album perdana mereka yang bertitel “La Peste” di bawah bendera Lil’fish Records. Konsep La Peste sendiri terinsipirasi dari wabah penyakit pes di Prancis pada tahun 588 Masehi. Wabah yang disebarkan oleh tikus ini menyebar luas sampai ke dataran-dataran di Eropa dan mengakibatkan hampir 25 juta warga Eropa meninggal dunia. Bencana yang menjadi salah satu bencana terbesar sepanjang sejarah umat manusia ini menginspirasi para personel Armada Racun untuk menganalogikan music mereka sebagai tikus-tikus kecil yang siap menyebarkan wabah ke telinga anda.
Album yang sempat tertunda dari bulan Desember tahun lalu ini berisikan 11 track di dalamnya. Lagu-lagu di dalamnya berisi tentang tema-tema social dan kehidupan sehari-hari kita dibungkus dengan music dan lirik khas Armada Racun. “Mati Gaya” dipilih menjadi single di album ini. Lagu yang menggambarkan fenomena musisi-musisi paruh baya, yang selalu mati gaya ketika kehabisan suplemen.
Beberapa single lain juga patut kita simak seperti Boys Kissing Boys, yang seakan menantang fenomena homo phobia dalam masyarakat kita. Atau “Drakula” yang memaparkan realita saling “menggigit dan menghisap” di Negara kita. Dalam beberapa lagu lain seperti I’m Small, Train’s Song dan Beautifull Dream, Armada Racun memasukkan sedikit nuansa music Eropa di dalamnya. Kita seakan-akan diajak berjalan-jalan di trotoar jalanan kota Paris, sambil sedikit flashback mengenang para korban wabah pes di kota tersebut. Sebuah album yang nampaknya memang akan mewabah.
Ketika ditanya harapannya mengenai album ini, sang vokalis, Freddy Hadiyanto menjawab, “Kami tidak berharap banyak, mengingat kami hanya tikus-tikus kecil yang muncul dari got-got dan sisa hasil pesta di kota Anda.” Sebuah sinyal bahaya dari rombongan tikus dari Jogjakarta yang siap menyebarkan wabah La Peste ke telinga anda.(Armada Racun)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment