Tempat ini keren, sejarah sastra Indonesia bisa tersajikan secara apik. Berdiri sejak tahun 1982, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin (PDS HB Jassin) mengumpulkan, menyusun dan mengarsipkan secara rapi. Perkembangan gaya dan siapa saja tokoh penggerak sastra dari era ke era bisa tampak disana. Tentunya begitu membanggakan, saat kita tahu di tahun-tahun lampau pemikiran dunia sastra bergejolak begitu marak.
Karya-karya itu corong perekam cerita Indonesia. Kita bisa mengenal keindahan indonesia, dilematika dan penyelesaian masalah masyarakat di jamannya, melalui setumpuk karya sastra yang duduk manis di PDS HB Jassin. Bahkan, berjuta gagasan berkumpul dan mendorong secara terselubung penyempurnaan generasi dari sebuah bangsa.
Belum cukup pentingkah semua itu, sehingga ada beberapa kaum, yang menganggap sepele keberadaannya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah, mencintai budaya yang terkandung di dalamnya. Kebutuhan kita terhadap karya sastra tidak bisa dianggap remeh temeh. Merawat halaman demi halaman kisah Indonesia adalah sebuah kewajiban, bukan sebuah nilai semu, ini adalah warisan bangsa, tempat kita belajar untuk menghadapi problematika yang ada saat ini.
Bilamana uang dijadikan kambing hitam, untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya. Kita kaum intelektual muda sudah saatnya untuk membuat sejarah baru. Kebangkitan budaya, bukan budaya pragmatis, namun budaya realistis, dimana kepedulian adalah harga yang harus dibayar mahal.
Wacana penutupan Pusat Dokumentasi Sastra HB. Jassin membuat para sastrawan Indonesia menangis, mereka adalah anak Indonesia yang sangat cinta Indonesia, gemar bercerita dan membanggakan keberagaman Bhinneka. Lalu apa yang harus kita lakukan? Berkoar di sosial media dan membuatnya menjadi trending topic? Gerakan kepedulian sangat dibutuhkan disini, menghimpun sisa-sisa empati dari hati yang sudah bosan dengan media yang penuh basa-basi. Mari kita buat media sendiri , sematkan jari antar sesama lalu merapat membuat gerakan penyelamatan PDS HB Jassin dari keterancaman. Sebarkan semangat karena kita sebagai manusia yang berbudaya, tidak ingin cerita yang tersusun rapi diluputkan dari segala ingatan. Manusia berbudaya sadar darimana dia berasal dan sejarah merekam perjalanan bangsa. Senyumlah, mari merapat dan satukan sepakat untuk koin sastra (Intan Anggita Pratiwi)
0 comments:
Post a Comment